English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

rss

Sabtu, 19 April 2008

Suhu di NTB Naik Lebih Cepat dari Rata-rata Dunia

Degradasi sumber daya alam di Nusa Tenggara Barat relatif parah, yang terindikasi dari kenaikan suhu udara selama 35 tahun terakhir di Nusa Tenggara Barat lebih cepat dibanding kenaikan suhu rata-rata dunia.

Menurut Catur Winarti SP, Kepala Seksi Observasi dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Selaparang Mataram, dalam temu pers menyambut Hari Kesehatan Sedunia, Selasa (15/4) di Mataram, kenaikan suhu udara periode Januari 1971 sampai Desember 2006 rata-rata 0,5 derajat Celcius, atau melampaui kenaikan suhu rata-rata dunia sebesar 0,7 derajat Celcius per 100 tahun. Periode tahun yang sama, di provinsi itu suhu udara maksimal sebesar 32 derajat Celcius, namun 35 tahun terakhir meningkat menjadi 34 derajat Celcius.

Kenaikan suhu udara itu, menurut Kepala Bidang Pengendalian Bapedalda NTB, Ir Eko Bambang Sutedjo, antara lain dipicu oleh kerusakan lingkungan, terutama di kawasan hutan, yang kemudian berpengaruh terhadap segala bidang kehidupan sosial.

"Misalnya, kian sulitnya petani menerapkan pola tanam akibat perubahan iklim . Bahkan dulu petani kita umumnya mengalami gagal panen, saat ini petani justru gagal tanam," ujar Eko.

Perubahan iklim itu berkontribusi pula terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram, HM Mardi SKM MKes, memberi contoh, banjir akibat hujan menjadikan air sumur tercemar. Misalnya, Kejadian Luar Biasa/KLB Diare di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa beberapa hari terakhir, akibat sumur warga dan sumber air lainnya tercemar, apalagi masyarakat terbiasa minum air tanpa dimasak lebih dahulu.

"Malah di tengah perubahan cuaca global, penyakit yang hanya dikenal di negara lain dewasa ini, bisa akan menyeberang ke Indonesia, jika kita alpa untuk mengantisipasinya," ujar Mardi.

Karenanya, program mitigasi dan adaptasi guna menekan dan menghindari akibat global warming itu, perlu dilakukan, melibatkan semua pihak. "Itu bisa dimulai dengan cara sederhana seperti membuat biofori di perkotaan, guna membuka ruang infiltrasi air hujan ke dalam tanah sekaligus menekan terjadinya banjir. Kita tidak bisa bersikap fatalis, setelah ada korban baru ada aksi," tutur Eko.

0 komentar:


Posting Komentar

 

counter

Recent Comment

Recent post